Kamis, 20 Februari 2014

Albert Eistein

“Saya akan bertanya, mengapa dunia ini diciptakan? Karena, dengan demikian saya akan mengetahui makna hidup saya sendiri”

Bagaimana Agar Flashdisk Kebal dari Virus? Ini Caranya! - See more at: http://tekno.liputan6.com/read/687916/bagaimana-agar-flashdisk-kebal-dari-virus-ini-caranya#sthash.0jhBqdbv.dpuf


Banyak dari kita yang hampir setiap harinya memanfaatkan flashdisk atau yang dikenal pula dengan nama Universal Serial Bus (USB) untuk memenuhi kebutuhan perpindahan data dari satu PC ke PC lain. Selain dimensinya yang kompak dan mendukung mobilitas, flashdisk juga banyak digunakan berkat cara kerjanya yang sangat simpel.

Namun sayang, karena fungsinya yang kerap diintegrasikan ke banyak PC, flashdisk menjadi sangat rentan untuk tertular virus. Cuma 'colok' flashdisk sebentar ke PC, tiba-tiba flashdisk Anda sudah tertular dan bisa menyebarkan virus.

Kenapa flashdisk mudah tertular virus?
Kadang kita terheran-heran kenapa virus dapat begitu cepat menginfeksi dan tersebar bermediumkan flashdisk. Secara teknis, penyebab utamanya adalah fasilitas autorun yang ada di sistem operasi Windows.

Sebenarnya, fasilitas autorun yang ada sejak era sistem operasi Windows XP dihadirkan dengan niat baik, yaitu memudahkan pengguna. Setiap kali kita memasukkan media penyimpanan atau perangkat eksternal (baik CD/DVD atau flashdisk), file autorun.inf di dalam media eksternal tersebut langsung berjalan agar isi di dalamnya bisa langsung diakses dengan mudah oleh pengguna. Contohnya ketika Anda memasukkan CD musik, Windows langsung menjalankan Windows Media Player atau Winamp.

Namun niat baik tersebut ternyata dimanfaatkan para pembuat virus untuk menularkan dan menyelebarluaskan virus. Dengan memodifikasi file autorun.inf pada perangkat eksternal, virus bisa langsung berjalan dan menularkan program jahat setiap kali flashdisk tertancap di PC. Bisa pula sebaliknya, komputer langsung menularkan virus ke file autorun.inf pada setiap flashdisk yang pernah tertancap.

Bagaimana solusinya?
Menilik cara kerja penularan virus tersebut, cara pencegahan penularan dan penyebaran virus via flashdisk sebetulnya cukup sederhana. Di sisi PC, pengguna harus mengondisikan agar fasilitas autorun dinonaktifkan. Di sisi flashdisk, pastikan file autorun.inf tak bisa dimodifikasi.

Untuk mewujudkan dua tahap pencegahan tersebut Anda dapat menggunakan aplikasi khusus. Dua aplikasi yang kerap digunakan adalah BitDefender Immunizer dan Panda USB Vaccine. Kedua aplikasi ini akan melindungi PC maupun flashdisk Anda dari penularan virus.

Cara kerja kedua aplikasi ini seperti yang telah kami jelaskan, yaitu menonaktifkan fasilitas autorun di PC, sekaligus melindungi file autorun.inf dari modifikasi virus. Keduaanya pun tersedia secara gratis, jadi silakan unduh dan gunakan dengan sebaik-baiknya.

Anda hanya perlu menjalankan aplikasi tersebut, lalu aplikasi akan mendeteksi apakah fasilitas autorun pada PC masih aktif atau tidak. Jika iya, aplikasi ini akan merekomendasikan Anda untuk mematikan fasilitas tersebut.

Setelah itu, Anda tinggal melakukan langkah imunisasi flashdisk yang hendak Anda lindungi. Pilih flashdisk dari menu yang ada, lalu tekan tindakan Immunize atau Vaccine. Sesaat kemudian, file autorun.inf di flashdisk Anda akan diganti dengan file serupa yang baru dan kebal penularan.

Jangan khawatir, Anda tak perlu repot-repot memindahkan berbagai file penting di dalam flashdisk bila ingin melakukan proses ini. Semuanya akan tetap aman dan tidak mengalami modofikasi sedikit pun.

Gampang bukan? Langsung saja unduh salah satu dari kedua aplikasi tersebut dan lakukan langkah-langkah yang disarankan. Selamat mencoba. (dhi/dew)
(Dewi Widya Ningrum)
- See more at: http://tekno.liputan6.com/read/687916/bagaimana-agar-flashdisk-kebal-dari-virus-ini-caranya#sthash.0jhBqdbv.dpuf

Rabu, 19 Februari 2014

Tipe Makna Bahasa Mandailing (Semantik)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 
Bahasa adalah salah satu unsur kebudayaan yang berdasarkan kesepakatan atau konvensional sosial untuk digunakan sebagai sarana komunikasi. Masyarakatlah yang melakukan kesepakatan sosial terhadap bahasa yang akan digunakannya. Dengan kata lain, bahasa tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya. Pemahaman terhadap penggunaan bahasa yang benar secara tulisan dan lisan berdasarkan pada aturan-aturan bahasa yang tertulis di buku-buku kebahasaan dan disepakati sebagai kaidah bahasa yang baku. Namun pada pelaksanaannya penggunaan bahasa memiliki mkana yang berbeda-beda ditanggapi oleh setiap orang. Makna ini dikaji dalam bidang ilmu semantik. Lebih sempit lagi makna-makna yang tersebut dibahas dalam sub bab Tipe makna. Bahasa Mandailing adalah salah satu bahasa daerah dan juga merupakan bahasa ibu orang-orang bersuku Mandailing yang tinggal di Propinsi Sumatera Utara, terutama di daerah Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Angkola, Padang Lawas, Sibuhuan, Padang Sidempuan, dan beberapa daerah lainnya. Tipe makna yang akan dibahas adalah tipe makna dalam bahasa Mandailing yang merupakan pembahasan yang sama dengan tipe makna dalam bahasa Indonesia. Makalah ini berjudul Tipe Makna dalam Bahasa Bahasa Mandailing yang akan mencoba membahas pengertian dan contoh-contoh makna apa saja yang sering digunakan oleh masyarakat bersuku Mandailing dalam percakapan dan kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan tipe makna.

 1.2 Masalah
Sampai saat ini, belum ada penguraian dan pengidentifikasian terhadap tipe makna dalam bahasa Mandailing. Itulah sebabnya makalah ini mengangkat permasalahan tersebut agar pembaca mengetahui apa saja yeng tergolong tipe makna dalam bahasa Mandailing.

1.3 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam makalah yang berjudul Tipe Makna dalam Bahasa Mandailing adalah tipe makna secara umum yakni: kesamaan objek, kesamaan sifat, dan kesamaan pristiwa atau aktivitas .

1.4 Tujuan 
• Mengetahui kata, frase, dan kalimat yang tergolong tipe makna dalam bahasa Mandailing.
• Mengetahui bentuk- bentuk tipe makna dalam pengidentifikasian yang terdapat dalam bahasa Mandailing. 

BAB II
TIPE MAKNA DALAM BAHASA MANDAILING

 2.1 Tipe Makna
Tipe makna adalah kajian makna berdasarkan tipenya. Tipe adalah pengelompokkan sesuatu berdasarkan kesamaan objek, kesamaan ciri atau sifat yang dimiliki benda, hal, pristiwa atau aktivitas lainnya. ( Djajasudarma: 17). Tipe tipe makna dikemukakan oleh Leech (1974), yang membagi tipe makna menjadi tiga bagian besar: (1) makna konseptual, (2) Makna asosiatif, (3) makna tematis; dan lima bagian yang termasuk tipe makna asosiatif, yakni (4) makna konotatif, (5) makna stilistika, (6) makna afektif, (7) makna refleksi, dan (8) makna kolokatif.

1) Makna Konseptual Makna konseptual (kadang-kadang disebut makna denotatif atau kognitif) dalam pengertian luas dianggap faktor sentral dalam komunikasi bahasa dan hal itu dapat ditunjukkan sebagai sesuatu yang padu bagi fungsi esensial atas suatu bahasa, tidak seperti tipe-tipe makna yang lain.
 2) Makna Asosiatif Makna asosiatif merupakan gabungan dari makna konotatif, stilistik, afektif, refleksi dan kolokatif yang memiliki karakter terbuka, tanpa batas dan memungkinkan dilakukannya analisis menurut skala atau jarak dan bukannya suatu analisis yang diseret, yang harus begini atau begitu.
3) Makna Konotatif Makna konotatif merupakan nilai komunikatif dari suatu ungkapan menurut apa yang diacu, melebihi di atas isinya yang murni konseptual. Makna konotatif meliputi ‘sifat putatif’ dari acuannya, disebabkan oleh pandangan yang diterima oleh individu atau sekelompok ataupun seluruh anggota masyarakat.
 4) Makna Stilistik dan Afektif Makna stilistik adalah makna sebuah kata yang menunjukkan lingkungan sosial penggunaannya. Makna stilistik dapat didekoding dari suatu teks melalui pengenalan terhadap berbagai dimensi dan tingkat penggunaannya di dalam lingkup suatu bahasa. Sedangkan makna afektif yaitu istilah yang dipakai untuk suatu jenis makna, seringkali secara eksplisit diwujudkan dengan kandungan konseptual atau konotatif dan kata-kata yang dipergunakan.
 5) Makna Refleksi Makna refleksi adalah makna yang timbul dalam hal makna konseptual ganda, jika suatu pengertian kata membentuk sebagian dari respons kita terhadap pengertian lain.
 6) makna Kolokatif Makna kolokatif terdiri atas asosiasi-asosiasi yang diperoleh suatu kata, yang disebabkan oleh makna kata-kata yang cenderung muncul di dalam lingkungannya. 
7) Makna Tematik Makna tematik atau makna yang dikomunikasikan menurut urutan, fokus dan penekanan.

Namun dalam makalah ini akan dibahas mengenai tipe makna secara umum dalam bahasa Mandailing. Ada pun tipe makna secara umum antara lain:

1. Kesamaan Objek 
Tipe ini terjadi sebagai akibat adanya kesamaan sasaran suatu benda atau objek dengan objek lain.
Contoh dalam bahasa Mandailing :
1. Angin Sipurpuron diartikan sebagai nafas.
2. Gondang artinya gendang, gordang artinya gondang yang bentuknya agak kecil.
3. Bombat yaitu suara gondang yang memberitahukan adanya bahaya.
4. Bombat peninggungi yaitu suara gondang yang memberitahukan bahwa raja sakit keras.
5. Kata angin dalam bahasa Mandailing berarti angin. Dalam pemakaian, terdapat beberapa jenis angin yaitu: angin pata-pata aris (angin badai), angin markalincuncung (angin putting beliung), angin satua gada (angin topan).
6. Pasak turiang nagari artinya raja, mempunyai kesamaan dengan puang oloan yang artinya juga raja dalam bahasa Mandailing.
7. Partungkup raja artinya desa atau kampong.

 2. Kesamaan Ciri Atau Sifat 
Kesamaan cirri dan sifat adalah dua hal yang memiliki ciri atau sifat yang sama namun berbeda objek. Objek yang diperumpamakan adalah hewan atau tumbuhan sedangkan yang menjadi acuan adalah manusia. Dalam bahasa Mandailing, hal seperti ini banyak terdapat pada peribahasa bahasa Mandailing.
Contoh: a. Sohon buhu manyosoi (peribahasa) yang berarti seperti kayu yang menyesak. Maksudnya, kayu yang mempunyai ruas biasanya mempunyai batas ruas. Apabila kayu itu mempunyai batas ruas, ruas kayu itu pun akan menjadi kuat. Peribahasa ini ditujukan untuk orang yang ingin selalu ke tengah, masing-masing menonjolkan diri.
b. Songon joraton pusuk ni sano. (peribahasa) yang berarti Seperti jeratan pucuk labu. Maksudnya, orang yang baik budi dan tidak banyak tingkahnya.
c. Songon sarumpaet na lobat bunga,(peribahasa) maksudnya seseorang yang sedang dalam keadaan cantik, atau sedang dalam keindahannya.
d. Songon sirumondop manguasa langit (peribahasa). Maksudnya, orang yang hina dan miskin menolong atau membantu orang yang kaya.
e. Pada pantun, yang menggambarkan kemarahan seorang pemuda kepada seorang dara atau gadis: Tak si uning-uning Tak si palu-palu Tak utengku o’le bujing Na sora di au Artinya: tak seruling si uning-uning Tak tumbuhan si palu-palu Tak wahai dara saying Yang tak mau kepadaku.

 3. Kesamaan peristiwa atau aktivitas lainnya
Sesuatu yang dianggap memiliki hubugan erat sehingga menimbulkan hal yang dianggap sama mengenai peristiwa, keadaan, dan aktivitas. Contoh: a. Narobi yang artinya masa atau zaman. Dalam bentukan kata yang baru seperti: - Na itom narobi artinya masa orang Hindu sampai ke Angkola/Mandailing. - Nabontar artinya masa orang Eropa sampai ke Angkola/Mandailing. - Narinca artinya masa Tuanku Nan Receh sampai ke Angkola/Mandailing. b. Kata ‘mati’ dalam bahasa Indonesia, memiliki ragam bahasa dalam bahasa Mandailing (bahasa ratapan (hata andung), bahasa makian (huta teas), bahasa perdatoan (Huta Sibaso), bahasa jika berada di hutan (Hata Parkapur), bahasa umum (Hata Somal) dan yaitu: mate, jumolo, malongas, marobur, arkar tapu-tapu. Semua kata tersebut memiliki arti ‘mati’.
Demikianlah beberapa contoh dan pembahasan mengenai tipe makna dalam bahasa Mandailing. .

BAB. III SIMPULAN DAN SARAN 

I. SIMPULAN
Tipe makna merupakan cabang ilmu semantik yang juga membicarakan tentang makna. Tipe makna dalam bahasa Mandailing umumnya banyak terdapat dalam unsur-unsur karya sastra yang dimiliki oleh masyarakat Mandailing seperti peribahasa, pantun maupun puisi. Selain itu ada juga bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat dalam percakapan dan kehidupan sehari-hari agar yang menjadi bahan untuk tipe makna meliputi kesamaan objek, kesamaan ciri atau sifat, dan kesamaan pristiwa atau aktivitas.

 II. SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurang pada makalah yang disusun ini sehingga perlu afanya saran dan masukan dari berbagai pihak agar terciptanya makalah yang lebih baik untuk selanjutnya. Tipe makna tidak hanya dipelajari dan diidentifikasikan dalam bahasa Indonesia saja, melainkan bahasa daerah juga perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu perlu diadakannya penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan tulisan yang lebih rinci dan lebih lengkap di kemudian hari.

 DAFTAR PUSTAKA

Siregar, H. ahmad Samin. 1997. Bunga Rampai Sastra Tradisi di Indonesia. Medan: USU Press

Jumat, 14 Februari 2014

Bangsa Mandailing: Bukan Batak dan Tidak Melayu


       
                       
                               
                                        Bangsa Mandailing: Bukan Batak dan Tidak Melayu



        Islam hanya mengakui 'ketunggalan' semata bagi Zat Allah subhana wa ta'alla, dan tidak bagi makhluk dan seluruh alam. Selain dari Zat Allah, kejadian dan penciptaanNya berdiri di atas kemajemukan termasuk dunia makhluk (manusia, haiwan, dll.). Malah kemajemukan adalah satu 'ayat' (tanda kekuasaan) dan kebesaran Allah dari ayat-ayat Allah dalam penciptaan.

Allah subhana wa ta'ala menciptakan perbedaan pada bentuk tubuh badan, raut rupa, warna kulit, suara - desah dan kerasnya, ketajamannya, kelembutannya, kefasihannya, bahasanya, susunan kata-katanya dan gaya bicaranya. Getaran suara masing-masing manusia, tidak ada yang sama, meskipun mereka kembar sekalipun. Perbedaan dalam pengucapan ini adalah satu ayat dari ayat-ayat Allah subhana wa ta'ala.

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui." ar-Rum: 22

Ayat tersebut di atas menunjukkan sifat kemajemukan atau pluralitas dalam kejadian manusia, yang membuahkan perbedaan mengikut kebangsaan dan suku, supaya masing-masing bangsa dan suku ta'aruf (saling mengenal) perbedaan yang berbeda-beda itu.

Dalam Islam, kemajemukan, berdasarkan tabiat asli, kecenderungan individu, dan perbedaan bangsa-bangsa dan suku-suku terangkum dalam fitrah (kebersihan atau kejernihan asli) yang menjadi sebagian dari sunnah (ketentuan) dari sunnah Allah subhana wa ta'ala, yang tidak dapat berubah dan tidak tergantikan. Maka, kemajemukan, pluralitas dan perbedaan adalah sunnah.

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
al-Hujurat: 13

Kemajemukan dalam ayat tersebut mengungkap pluralitas perbedaan bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah dengan hikmah agar ber-ta'aruf(saling mengenal) di antara semua umat manusia. Ia menolak ketaksuban (fanatism) bangsa dan ras terhadap bangsa dan ras lain. Sekaligus menolak monopoli kebaikan dan kelebihan bagi satu umat saja tidak kepada umat lain. Kebaikan dan keburukan itu merupakan sifat asli suatu bangsa atau umat yang tidak dapat berubah. Setiap kelompok manusia mempunyai kesempurnaan dan kekurangan. Ini berarti kebaikan, keutamaan, kejahatan dan kekurangan terdapat pada seluruh makhluk. Pengertian ini membawa pada rasa bangga terhadap kekhasan dan keutamaan yang dimiliki tanpa mengingkari kekhasan dan kelebihan bangsa dan suku lain.

Dalam syariat-syariat dan manhaj-manhaj, dan selanjutnya peradaban-peradaban terutama umat-umat yang menerima risalah-risalah agama, kemajemukan merupakan pokok, kaidah yang abadi, dan sunnah Ilahiah. Ini berperanan sebagai pendorong untuk saling berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, sebagai iktibar untuk mengambil teladan dari kemajuan dan ketinggian martabat mereka di sisi Allah.

"Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan, untuk itulah Allah menciptakan mereka..." Hud: 118-119

"...untuk itulah Allah menciptakan mereka," seakan-akan kemajemukan itu sebagai illat sebab keberadaannya kewujudan ini.

"...Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya suatu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu." al-Maa'idah: 48

Kemajemukan adalah pendorong menghadapi ujian, cobaan, kesulitan dan saingan di antara bangsa-bangsa dan suku-suku yang berbeda dalam syariat, manhaj dan peradaban, berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, kebajikan dan berkarya untuk keberuntungan di dunia dan di akhirat.

Ini adalah sunnah dari sunnah-sunnah Allah subhana wa ta'ala yang tidak tergantikan dan tidak berubah, yaitu kemajemukan dan perbedaan dalam kemanusian. Kemanusian yang satu dalam Islam adalah umat, bangsa, ras, kabilah, lidah, bahasa, warna kulit, yang beragam, mempunyai kekhasan tersendiri, plural/majmuk serta berbeda.

Untuk berdirinya satu umat/bangsa, mereka tidak harus mempunyai asal yang satu, bahasa yang satu, agama atau ras yang satu. Suatu umat/bangsa itu boleh berdiri di atas kesatuan sejarah, serta adanya unsur-unsur kebudayaan yang sama. Dalam kata-kata lain, umat adalah sekelompok manusia yang disatukan oleh sesuatu hal, yang membedakannya dengan kelompok-kelompok lain. Faktor yang menyatukan ialah tabiat, sifat, bawaan, ikatan-ikatan darah, nasab, sosial, bahasa, dll.. Campuraduk antara umat/bangsa dan 'negara'/nasionalisme adalah hasil pengaruh pemikiran Barat.

Definasi umat termasuk kelompok dan jenis dari tiap makhluk selain manusia.

"Dan, tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu..." al-An'am: 38

"Semut adalah suatu umat." HR Muslim

Jelaslah dari keterangan-keterangan di atas bahwa orang-orang Mandailing yang punya ikatan darah, nasab, bahasa, aksara, sistem social (Dalian Na Tolu), muzik yang istimewa, adat, urf' (kebiasaan harian), sifat, tabiat, fitrah, yang punya peradaban/tamadun dan warisan budaya tersendiri adalah suatu umat yang berbeda dari bangsa Batak dan Melayu. Keberadaan, penciptaan dan kejadian bangsa Mandailing itu adalah satu tanda/ayat dari ayat-ayat kebesaran dan kekuasaan Allah subhana wa ta'ala, dan ketetapan sunnahNya, yang tidak berubah dan tidak tergantikan.

Bangsa Mandailing dibatakkan Belanda
Nama Mandailing sudah diketahui sejak abad ke 14 lagi, dan ini menunjukkan adanya satu bangsa dan wilayah bernama Mandailing, yang barangkali telah muncul sebelum abad itu lagi. Nama Mandailing tersebut dalam kitab Nagarakretagama yang mencatat perluasan wilayah Majapahit sekitar 1365 M. Batak tidak disebut sekalipun dalam kitab tersebut.

Nama Batak itu sendiri tidak diketahui dengan pasti asal-usulnya. Ada yang berpendapat istilah Batak itu digunakan oleh orang pesisir seperti orang Melayu untuk memanggil orang di pedalaman Sumatra, Batak, sepertimana orang Melayu memanggil 'orang asli', Sakai dan Jakun. Tapi orang pedalaman sendiri tidak membahasakan diri mereka, Batak. Kemudian panggilan ini dipetik oleh pengembara seperti Marco Polo, Ibnu Batutah, dan diambil oleh Portugis dan orang-orang dari atas angin dan bawah angin, hinggalah ke ini hari.

Bila Belanda menguasai kesultanan-kesultanan Melayu mereka bukan saja memasukkan kesultanan-kesultanan tersebut ke dalam sistem kolonial, sekaligus mereka juga mengambil-alih pemisahan Batak-Melayu. Persepsi Belanda terhadap orang-orang pedalaman termasuk terhadap bangsa/umat Mandailing dipengaruhi oleh persepsi kesultanan-kesultanan Melayu dan Minang, dan orang-orang pesisir, yang mereka dului berinteraski.

Lama-kelamaan memBatakkan bangsa/umat Mandailing membudaya dalam persepsi, tanggapan, tulisan-tulisan, dan sensus administratif Belanda hinggakan sesetengah orang Mandailing sendiri mulai melihat diri mereka dari persepsi penjajah yang melihat dari kacamata Melayu. Bangsa/umat Mandailing dikatogerikan bersama-sama dengan bangsa Toba, Pak-pak, Diari, Simalungun dan Karo untuk tujuan administratif umum di samping menjadi sasaran zending/Kristenisasi.

Pandangan berikut dari sarjana-sarjana Barat seperti Lance Castles adalah tipikal.

"The use of 'Batak' as a common label for these groups (Toba, Mandailing dan Simalungun) as well as the Karo and Dairi has a chequered career. Linguists and ethnologists have always found the term necessary because of the strong common elements in all these societies. At some periods, however, those who were converted to Islam, especially Mandailings, have sought to repudiate any association with the non-Muslim Tobas by rejecting the Batak label altogether. This tendency has been strongest among Mandailing migrants to the East Coast of Sumatra and Peninsular Malaysia."

(Pengunaan istilah 'Batak' sebagai label yang umum untuk kelompok-kelompok ini (Toba, Mandailing dan Simalungun) sebagaimana juga dengan Karo dan Dairi mempunyai sejarah yang berpetak-petak. Ahli-ahli bahasa dan etnologi senantiasa mendapati bahwa istilah ini merupakan istilah yang diperlukan dikarenakan adanya elemen umum yang kuat di dalam tiap-tiap kelompok ini. Pada periode tertentu, mereka yang kemudian memeluk Islam, terutama orang Mandailing telah berusaha untuk tidak dihubungkan sama sekali - hubungan dengan non-Muslim Toba dengan menolak label Batak secara keseluruhan. Kecenderungan ini telah terjadi terkuat di antara orang Mandailing perantauan di Pantai Timur Sumatra dan Semenanjung Malaysia.)

Sementara sarjana Barat seperti Susan Rogers Siregar, agak peka dan mengerti sedikit.

"Much of the Western literature asserts that there are six major Batak cultures: Toba, Karo, Dairi-Pakpak, Simalungun, Angkola, and Mandailing. This division into ethnic units is somewhat misleading, however, since villagers often have little use for such general words as 'Angkola' and identitfy themselves in much more local terms as members of a ceremonial league or a group of village clusters. The sixfold ethnic division may reflect relatively new ethnic designations as members of different homeland groups come into contact and competition with each other".

(Kebanyakan literatur Barat menegaskan bahwa ada enam budaya Budaya yang utama: Toba, Karo, Dairi, Pakpak, Simalungun, Angkola dan Mandailing. Pembagian ke dalam beberapa kelompok-kelompok etnik ini, menyesatkan, lantaran penduduk desa umum tidak banyak menggunakan perkataan seperti 'Angkola' dan mengidentifikasikan diri mereka dalam istilah yang lebih lokal sebagai 'anggota dari perhimpunan adat' atau sebuah kelompok perkampungan. Pembagian enam etnik tersebut mencerminkan secara relatif penunjuk-penunjuk etnik baru sebagai bagian dari kelompok-kelompok pribumi yang berbeda yang kebelakangan bertemu dan bersaing satu sama lain.)

Kebelakangan, sarjana-sarjana Indonesia (Indonesianists) dan antropolog terus memakai istilah Batak dengan alasan ianya "useful" (berguna) dan "necessary" (perlu). Pada akhirnya, sarjana-sarjana yang kononnya, menyelidik secara neutral dan objektif, sebetulnya bertanggungjawab mencipta identitas Batak dan memperkuat identitas Batak. Malah ciptaan mereka itu, mencorak dan mewarnai garis-garis besar ilmu mereka sendiri. Maka pemisahan Batak-Melayu itu berpanjangan hingga ini hari.

Bangsa Mandailing dimelayukan Inggeris
Kalau penjajah Belanda melabelkan orang Mandailing sebagai Batak, penjajah Inggeris melabelkan orang Mandailing sebagai "foreign Malays" (Melayu dagang). Di satu pihak, orang Mandailing disebut Batak Mandailng, dan di pihak yang lain, disebut Melayu Mandailing.

Penjajah Inggeris memakai stilah "foreign Malays" untuk merujuk kepada orang Mandailing dengan alasan kemudahan administratif (administrative convinience). Pada mulanya, kategori Mandailing dan Batak terpisah dalam sensus-sensus British Malaya, kemudian kedua kategori tersebut dihapuskan menyebabkan orang Batak mahupun orang Mandailing pilih 'masuk Melayu' atau menjadi Melayu dalam pengambilan sensus.

Meskipun berabad-abad orang-orang Batak sudah 'masuk Melayu', pemisahan Batak-Melayu terus kekal. Hinggakan proses memelayukan orang-orang Batak termasuk bangsa/umat Mandailing yang dikategorikan sebagai sub-Batak itu, berkelanjutan hingga masakini. Apakah muslihat dan strategi penjajah dan sarjana-sarjana Barat mahu menghapuskan kemajemukan kebangsaan bangsa-bangsa lain di Sumatra Utara supaya bertuankan Batak? Apakah muslihat dan strategi penjajah dan sarjana-sarjana Barat mahu menghapuskan kemajemukan kebangsaan bangsa-bangsa Nusantara yang kedapatan di Semenanjung supaya bertuankan Melayu?

Bermula dengan rekayasa sosial engineering kolonial Belanda dan British, disusuli proses Malayanisasi (kemudian Malaysianisasi) dan Indonesianisasi yang berlaku sejak dari abad ke 19 sampai sekarang menerusi pendidikan nasional, polisi kebudayaan nasional dan nasionalisme Melayu dan Indonesia. Ciri-ciri khusus kebangsaan bangsa/umat Mandailing seperti bahasa dan aksara, digugat dan kemudian terhapus sama sekali atas nama asabiah (fanatik perkauman) pembangunan nasional, identitas nasional dan kesatuan nasional.

Rumusan
Pada tahun 1920an, alim ulamak dan pemuka-pemuka Mandailing telah memprotes percobaan orang-orang Batak-Islam termasuk orang Mandailing yang mengaku Batak, untuk dikuburkan di tanah perkuburan Sungai Mati. Alim ulama dan tokoh-tokoh Mandailing berhujah bahwa wakaf tanah perkuburan Sungai Mati hanyalah untuk jenazah-jenazah orang-orang Mandailing saja. Orang-orang Batak khusus Angkola termasuk Mandailing yang mengaku Batak, tidak pantas dikuburkan di perkuburan itu.

Pejuang-pejuang kebangsaan bangsa Mandailing membawa kasus/kes ke mahkamah syariah Sultan Deli dengan keterangan bahwa tanah perkuburan bangsa Mandailing di Sungai Mati, Medan, adalah semata-mata untuk bangsa Mandailing. Mereka yang berbangsa selain Mandailing, tidak boleh dikuburkan di situ. Mahkamah syariah Sultan Deli mendeklarsi bahwa bangsa Mandailing terpisah dan berdiri sendiri dari bangsa Batak. Kemudian bangsa Batak membawa kasus tersebut di mahkamah sibil di Batavia, Jawa. Mahkamah tersebut, mahkamah tertinggi di Hindia Belanda mendeklarasikan bahwa bangsa Mandailing bukan Batak.

Kasus jati diri tersebut dibukukan oleh Mangaradja Ihoetan dalam buku Asal-Oesoelnja Bangsa Mandailing (Pewarta Deli, Medan, 1926). Dalam pengantarnya kepada buku itu, Mangaradja Ihoetan menjelaskan maksud buku itu disusun "...hanjalah kadar djadi peringatan di-belakang hari kepada toeroen-toeroenan bangsa Mandailing itoe, soepaja mereka tahoe bagaimana djerih pajah bapa-bapa serta nenek mojangnya mempertahankan atas berdirinja kebangsaan Mandailing itoe. Dengan djalan begitoe diharap tiadalah kiranja mereka itoe akan sia-siakan lagi kebangsaanja dengan moedah maoe mehapoeskannja dengan djalan memasoekkan diri pada bangsa lain jang tidak melebihkan martabatnja".

“...Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu...” (al-Hujurat: 13. )

Jelas ketinggian dan kemulian tercapai dengan takwa bukan dengan memasukkan bangsa Mandailing ke dalam bangsa Batak maupun Melayu demi agenda nasionalisme, asabiah/fanatik kebangsaan dan negara-bangsa yang hakikat/entitinya berlawanan dengan Islam.

Justru kategori-kategori Batak-Mandailing dan Melayu-Mandailing, tidak menepati jati diri bangsa/umat Mandailing, bangsa/umat Mandailing hendaklah menolaknya bulat-bulat sebagai sisa-sisa peninggalan penjajahan fisikal mahupun mental. Dan tidak terjebak dalam proses globalisasi yang mencita-citakan penghapusan kebangsaan bangsa-bangsa dan bahasa-bahasa dalam Tata Dunia Baru (New World Order), di mana manusia direncanakan menjadi warga perbankan dunia!

Selasa, 11 Februari 2014

“Ajar ni amangna tu anakna Nalaho kehe tusikola”

   1. (Bahasa Mandailing)
“Ajar ni amangna tu anakna Nalaho kehe tusikola”
Ia bo ale amang sinuan tunas
laho ma ho marsikola
Ulang Hum baen songon luas luas
Tai ringgasma ho marsipoda
Anggo panganon dohot abit
Huparkancitkon pe manjalahisa
Nada au nian makikit
Diho mangalehensa
Muda adong Tuhor ni kopi
Dapot au dohot inangmu
Deba mai hu pajopi
Anso adong abit matomu
Muda kehe au manjala
Dapot au dua mera
Hugadis mai sada
Anso adong panabusi ni sira
Muda ngada dipangan Tangkalon
Dapot kita tolu lungguk
Sada mai hu gadis kon
Anso adong panabusi ni imbaho dohot pusuk
Muda au sogot matobang
Inangmu pe ngada marnida
Da hami ma pasonang
Ho ma markayahon hita
O… ale nadenggan roha
Na umbege na hupardokkon on
Mangido au di hita
Hita pasonang pagarohai nidanak on
2. (Bahasa Indonesia)
“Ajaran seorang ayah terhadap anaknya yang akan pergi kesekolah”
duhai anakku penerusku
pergilah menuntut ilmu
jangan buat seperti sesuka hati (Sekedar Melepaskan Beban)
tetapi rajinlah kamu belajar
kalau makanan dan pakaian
besakit sakit aku mencarinya
tidaklah aku menjadi pelit
untuk memberikannya padamu
bila ada hasil penjualan kopi
yang aku dapat dengan ibumu
sebahagian aku simpan
biar ada pakaian dikemudian hari (Dipernikahanmu)
bila pergi aku menjaring ikan
aku mendapat dua ikan jurung
satulah yang akan kujual
biar ada untuk membeli garam (Makanan)
bila tidak ada wabah
kita mendapat tiga rantai (Panen Sawah)
satulah yang akan kujual
buat membeli tembakau dan rokok
bila aku tua di kemudian hari
ibumu pun tidak bisa melihat lagi
berilah kami kesenangan
kamulah yang memberi kebanggaan buat kita (Keluarga)
o… yang baik hati (Maha Penyayang)
yang mendengar apa yang aku ucapkan
aku meminta kepada Kita ( Mu / Tuhan )
kita beri kebahagian (Kebaikan) dalam hati anak ini (Generasi)
3. (English/ Language)
“Teachings of a father for his son, who will go to school”
O my son my successor
went to study
do not make such as they pleased (just off load)
but you will diligently study
if food and clothing
I look ill ail
I was not to be stingy
to give it to you
if there is coffee sales
that I can be with your mother
I am a party store
let me no clothing in the future (in your wedding)
when I go to capture fish
I got two fish Jurung
Only one that i will sell
I’ll have to buy salt (food)
when no outbreaks
we get the three chains (crop fields)
Only one that i will sell
for buying tobacco and cigarettes
when I’m old at a later date
Not even your mother could see again
give us pleasure
You will give pride for us (family)
O. .. A good heart (most merciful)
who hear what I say
I ask You (“You / God)
we give happiness (good) in the heart of this child (generation)
(Williem Iskandar N.)

~ PERBEDAAN ‘TAUHID’ & ‘SYIRIK’. (Oleh Agus Mustofa)

         Agama Islam adalah agama TAUHID ~ agama yang menyembah SATU Tuhan. Bukan agama SYIRIK yang menyembah BANYAK Tuhan. Jadi keislaman seseorang itu BERIMPIT dengan tauhid-tidaknya dia dalam menyembah Allah. Orang-orang yang menjadikan Allah sebagai TUJUAN satu-satunya seluruh aktivitas hidupnya, itulah yang disebut sebagai orang yang sudah ISLAM. Karena sudah bertauhid. Sedangkan, yang menjadikan hal-hal lain sebagai tujuan hidupnya, mereka belum bisa disebut ‘Islam’.

Ada orang yang baru Islam NAMA-nya. Ada yang baru Islam keturunannya. Ada yang baru Islam KTP-nya. Ada yang baru aksesori-aksesori yang menempel di badannya. Atau baru Islam pendidikannya. Islam ’materi hafalannya’. Pun, ’kalimat-kalimat’ yang diucapkannya. Tetapi, dia belum BERSERAH DIRI kepada Allah ~ menjadikan Allah sebagai TUJUAN satu-satunya hidupnya. Maka, ia SEJATINYA belum muslim.

Makna MUSLIM adalah: Orang yang berserah diri kepada Allah saja ...

Apanya yang diserahkan kepada Allah? Ya, segala-galanya.
Maka, perhatikanlah beberapa perbedaan di bawah ini yang mengambarkan cara beragamanya orang yang bertauhid kepada Allah, dengan yang syirik.
  1. Orang yang bertauhid adalah orang yang MENIATKAN seluruh aktifitas ibadahnya hanya untuk Allah. Sedangkan orang yang syirik, meniatkan aktifitas ibadanya untuk selain Allah, termasuk untuk DIRI SENDIRI.
  2. Orang yang bertauhid, menjadikan Allah sebagai TUHAN dalam hidupnya. Dia menyembah, memuja dan memuji, mengagungkan Allah, mengagumi-Nya, mendekatkan diri dan merasa bahagia karenanya. Ia menjadikan Allah sebagai SUBYEK dalam proses beragamanya. Sedangkan orang yang syirik, menjadikan Allah sebagai OBYEK dalam hidupnya. Allah tidak dijadikan sebagai SESUATU yang menguasai segala-gala yang ada pada dirinya dan alam semesta, melainkan Allah DIPERALAT untuk menyenangkan dirinya. Bahkan, tak jarang Allah diajak berdagang, diperintah dan disuruh-suruh untuk memenuhi segala keinginannya. Orang yang begini pada dasarnya tidak bertuhan kepada Allah, melainkan bertuhan kepada DIRINYA sendiri. Sedangkan Allah hanya dijadikannya sebagai PELENGKAP PENDERITA. Pemuas segala keinginannya.
  3. Orang-orang yang bertauhid, mengorientasikan pembelajaran dalam hidupnya untuk lebih MENGENAL Allah, dan kemudian terus berusaha MENDEKATKAN DIRI. Sedangkan yang syirik, terus mencari dan berusaha mendapatkan FASILITAS-FASILITAS yang disediakan oleh Allah untuk kesenangannya. Dia lebih INGAT fasilitas daripada ingat Allah.
  4. Orang-orang yang bertauhid akan ’memosisikan’ Allah sebagai ’Sesuatu’ yang TIDAK ADA BANDINGNYA. Sedangkan yang syirik, akan menempatkan hal-hal selain Allah SEBANDING dengan-Nya. Misalnya, mengatakan makhluk itu KEKAL. Padahal sifat kekal itu hanya MILIK Allah saja. Tidak ada di alam semesta ini yang kekal. Apalagi cuma ENERGI. Sejumlah Ilmuwan Fisika Klasik memang berpendapat bahwa energi tidak bisa diciptakan dan dimusnahkan, sehingga disebut sebagai ’hukum kekekalan energi’, itu semata-mata karena mereka belum memahami ilmu Fisika Modern. Bagi ilmuwan modern yang JUJUR dalam memahami alam semesta ini, maka dengan sangat yakinnya dia akan mengatakan bahwa energi itu TIDAK KEKAL. Ia pernah tidak ada, dan satu ketika akan tidak ada lagi. Yaitu, saat alam semesta ini belum diciptakan, dan ketika kelak dilenyapkan oleh Sang Pencipta. Karena, teori KOSMOLOGI yang paling bisa diterima saat ini adalah yang berkesimpulan bahwa semua yang ADA ini ternyata muncul dari KETIADAAN. Dan kelak akan kembali kepada ketiadaan.
  5. Bagi orang-orang yang bertauhid, mereka memosisikan Allah sebagai Zat yang meliputi segala sesuatu, termasuk alam semesta. Sehingga segala yang ada ini sebenarnya adalah TUNGGAL, yaitu eksistensi DIRI-Nya belaka. Sedangkan bagi yang syirik, mereka menganggap Allah berada di DALAM alam semesta, ataupun bagian dari eksistensi alam semesta. Atau berada di dalam akhirat. Atau malah ada yang berpendapat Allah di dalam surga. Sehingga mereka mempersepsi segala sesuatu ini tidak tunggal. Padahal segala KEANEKA RAGAMAN ini hanyalah PENAMPAKAN dari Sesuatu yang Tunggal belaka, yaitu Allah. Laa ilaha illallah ~ tidak ada eksistensi selain Diri-Nya.

Maka, sungguh layak diprihatinkan jika kita memberikan label SIFAT ALLAH kepada makhluk. Siapa pun makhluk itu: termasuk akhirat, surga dan neraka. Karena, sesungguhnya TIDAK ADA satu ayat pun di dalam al Qur’an yang mengatakan AKHIRAT itu KEKAL. Yang ada, ialah: khalidina fiha, hum fiha khalidun, dsb. Itu bukan bercerita tentang kekalnya TEMPAT ~ surga dan neraka ~ melainkan cerita tentang ORANG yang masuk surga/ neraka, mereka TIDAK bisa KELUAR dari dalamnya sampai lenyapnya langit dan bumi, QS. 11: 106-108. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai ’kekal’ di dalamnya, selama-lamanya. Dan kemudian dipersepsi secara distortif, bahwa akhirat itu kekal.

Justru, yang dijelaskan Allah secara eksplisit itu bukanlah kekalnya segala makhluk selain Diri-Nya. Malah sebaliknya, berbagai ayat di dalam al Qur’an mengatakan yang SELAIN Allah bakal BINASA.

Maka, kawan-kawan, jika kita ingin berislam secara baik, yang nomer satu harus dibenahi adalah TAUHID. Jangan MENDUAKAN Allah dalam seluruh tataran kehidupan kita. Mulai dari niat, praktek, sampai kepada harapan-harapan atas kebahagiaan. DIA Maha Tahu tanpa harus kita suruh-suruh. Dan Maha Pemurah tanpa harus didikte-dikte.

Siapa saja yang baik akan memperoleh kebaikan. Siapa saja yang ikhlas akan disayang Allah. Siapa yang sabar, akan selalu didampingi-Nya. Siapa yang bertakwa kepada-Nya akan selalu diberi solusi dalam hidupnya. Siapa saja yang menjadikan Allah sebagai tujuan, maka ia akan sampai di TUJUAN itu, sebagai SUMBER segala kebahagiaan yang tiada putus-putusnya.

Jangan menjadikan yang ’selain Allah’ sebagai tujuan. Seperti seorang karyawan yang kualitas bekerjanya hanya SEBATAS ingin memperoleh gaji. Karyawan yang demikian ini pasti karyawan bawahan. Apakah tidak boleh? Oh boleh saja, siapa yang melarang. Itu memang hak setiap individu dan dijamin secara alamiah.

Tetapi, kalau ingin yang berkualitas tinggi, tirulah para EKSEKUTIF, yang bekerjanya bukan dikarenakan gaji lagi, melainkan sudah ingin MENGAKTUALISASIKAN dirinya. Kemampuannya. Kualitasnya. Maka, ia akan BEKERJA sebaik-baiknya. Dia senang melakukan semua pekerjaannya tanpa terpaksa, karena ia paham dan bahkan 'hobi' melakukannya, sehingga ia bisa menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Hasilnya: pekerjaannya sangat BERKUALITAS. Sedangkan bayaran atas pekerjaannya, DENGAN SENDIRINYA akan mengalir kepadanya, seiring kualitas yang dihasilkannya. Tidak seperti karyawan yang orientasi hidupnya hanya mengejar gaji. Bekerjanya berat, tertekan, terpaksa, sering protes, mencak-mencak kalau tidak sesuai dengan keinginannya, dlsb. Mereka itu sulit untuk berprestasi, dan gajinya pun sulit untuk naik, dikarenakan kualitasnya yang memang rendah.

Saya, sebagai owner dari sebuah perusahaan justru tidak respek kepada karyawan-karyawan yang tuntutannya hanya gaji dan fasilitas yang ingin dinikmatinya. Saya tidak akan  pernah memberikan kepercayaan lebih besar kepadanya, karena orang yang seperti ini pasti SEMPIT cara berpikirnya, dan hanya memikirkan diri sendiri. Sebaliknya, saya akan memberikan promosi kepada mereka yang bekerja dengan ikhlas demi kemajuan bersama, karena karyawan yang seperti itu TIDAK PANTAS menerima GAJI KECIL. Ia pantasnya menjadi eksekutif yang BERGAJI BESAR..!

QS. Luqman (31): 22
Dan barangsiapa BERSERAH DIRI kepada Allah, sedang dia adalah orang yang BERBUAT kebajikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah KESUDAHAN segala URUSAN.

QS. Ar Rahman (55): 60
Tidak ada balasan KEBAIKAN kecuali kebaikan (pula).

QS. Al Muzzammil (73): 20
... Dan kebajikan apa saja yang kamu perbuat PASTI kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai BALASAN yang paling baik dan yang paling besar...

QS. Al Qashash (28): 88
Janganlah kamu SEMBAH di samping Allah, tuhan APA PUN yang lain. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Segala SESUATU bakal BINASA, kecuali ALLAH (saja). Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

Makna Tauhid



           Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyahhanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.
Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

Ilmu Tauhid

PELAJARAN PERTAMA: ILMU TAUHID 
SYARAH:
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan makna yang lain.
Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil yang pasti dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah dari sifat sifat yang sempurna dan mensucikan Allah dari tanda tanda kekurangan dan membenarkan semua rasul rasul Nya.
Adapun perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dan dzat para rasul Nya dilihat dari segi apa yang wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh atau tidak boleh)
Jelasnya, ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian:
1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)

1- WAJIB
Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa sesuatu itu wajib atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contoh yang ringan, uang seribu 1000 rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500 rupiah. Tidak boleh tidak, harus demikian hukumnya. Contoh lainnya, seorang ayah usianya harus lebih tua dari usia anaknya. Artinya secara akal bahwa si ayah wajib atau harus lebih tua dari si anak
Ada lagi hukum wajib yang dapat ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya, Bumi itu bulat.  Sebelum akal dapat menentukan bahwa bumi itu bulat, maka wajib atau harus diadakan dahulu penyelidikan dan mencari bukti bahwa bumi itu betul betul bulat. Jadi akal tidak bisa menerima begitu saja tanpa penyelidikan lebih dahulu. Contoh lainnya, sebelum akal menghukum dan menentukan bahwa ”Allah wajib atau harus ada”, maka harus diadakan dahulu penyelidikan yang rapi yang menunjukkan kewujudan atau keberadaan bahwa Allah itu wajib ada. Tentu hal ini perlu dibantu dengan dalil-dalil yang bersumber dari Al Quran.
2- MUSTAHIL
Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian.
Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil. Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500 rupiah itu mustahil akan lebih banyak dari1000 rupiah. Contoh lainnya,  usia seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya. Artinya secara akal bahwa seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk segi tiga, perkara tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil kuat. Contoh lainnya: Mustahil Allah boleh mati. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil Allah boleh mati atau dibunuh, maka perkara tersebut hendaklah diselidiki lebih dahulu dengan bersenderkan kepada dalil yang kuat.
3- JAIZ (MUNGKIN):
Apa arti Jaiz (mungkin) dalam ilmu Tauhid? Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh atau mungkin saja tidak bisa sembuh. Seseorang adalah dzat dan sembuh atau tidaknya adalah hukum jaiz (mungkin). Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Contoh lainya: bila langit mendung, mungkin akan turun hujan lebat, mungkin turun hujan rintik rintik, atau mungkin tidak turun hujan sama sekali. Langit mendung dan hujan adalah dzat, sementara lebat, rintik rintik atau tidak turun hujan adalah Hukum jaiz (Mungkin).
Seperti hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan bukti atau dalil. Contohnya manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum seperti terjadi pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi. Kejadian manusia bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum mungkin terjadi tapi kita memerlukan dalil yang kuat diambil dari al-Qur’an..
Contoh lainnya: rumah seseorang dari di satu tempat mungkin bisa berpindah dengan sekejap mata ke tempat yang lain yang jaraknya ribuan kilometer dari tempat asalnya seperti terjadi dalam kisah nabi Sulaiman as telah memindahkan istana Ratu Balqis dari Yaman ke negara Palestina yang jaraknya ribuan kilo meter. Kisah ini sudah barang tentu memerlukan dalil yang diambil dari al-Qu’ran.